Pemilik Tambang Batubara di Kabupaten Malinau Dijemput Polisi, Siapa Peduli.

Ket. Poto : Tanggul penampungan limbah Batubara jebol (2021 lalu)


Ket. Poto : Kunjungan Presiden Jokowi ke Malinau sekaligus berkunjung ke lokasi KPUC (2022 lalu)


TARAKAN, Suaraperjuangan.co.id - Juanda Lesmana Lauw alias Lau Sung Jui (71) memang lagi bernasib malang. Pemilik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) Perusahaan batu bara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, ini tak cuma dijemput dan dibawa ke Jakarta untuk diperiksa penyidik Mabes Polri, juga kegiatan Perusahaan di Camp Sidi Langap Malinau tidak boleh beroperasi sejak 1 Desember 2024 lalu. 


Dijemputnya pengusaha raksasa itu dari Tarakan ke Jakarta tidak terlepas dari kasus demi kasus yang diperbuatnya sejak pemilik Hotel Tarakan Plaza ini membuka usahanya di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara tanpa tersentuh hukum. Walhasil, penjemputan yang dilakukan Penyidik Mabes Polri dan pemasangan garis polisi di lokasi tambang PT KPUC hanya bersifat sementara.


Beberapa tokoh masyarakat di Tarakan dan Malinau yang dimintai komentarnya terhadap penanganan polisi terhadap kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan KPUC tak seorangpun yang peduli dan menganggap permainan sandiwara


Seorang pengusaha di Tarakan yang mengenal Juanda Lesmana Lauw sejak kecil mengatakan, Juanda memiliki kedekatan dengan pejabat di daerah dan di pusat. Makanya, tidak ada tindakan hukum yang diambil oleh pemerintah walau sudah berkali-kali perusahaannya mencemari Sungai di Malinau.


“Kayan Group punya kantor di Gedung Paragon Orcard Road, Singapura, punya kolam renang  yang pada tahun 2010 sudah bernilai Rp 70 milyar. Artinya, jangan-jangan A Jui (Juanda Lesmana Lauw, red) sudah di sana setelah dijemput polisi,” kata teman kecilnya di Tanjung Selor ini seraya meminta Suaraperjuangan.co.id tidak menyebut Namanya, Kamis, (12/12/2024) lalu


Anggota DPR RI Deddy Hanteru Sitorus sendiri sudah berulangkali mempermasalahkan ulah perusahaan milik Juanda Lesmana Lauw membuang limbah secara langsung ke Sungai Malinau. 


“Limbah KPUC telah menghancurkan ekosistem Sungai, menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar dan menyebabkan PDAM tidak dapat berfungsi,” kata Deddy Sitorus dalam keterangan tertulis kepada media pada 5 April 2021 lalu.


Menurut anggota DPR RI dari PDI Perjuangan ini, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat terkesan tidak berdaya mengambil tindakan tegas terhadap KPUC meskipun perusahaan tersebut sudah berulangkali melakukan pencemaran berat. 


“PT KPUC itu kebal hukum, buktinya hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil oleh instansi terkait. Saya sudah menulis surat ke Gubernur Kaltara hingga Menteri KLH, Kapolri, Kapolda Kaltara, namun tidak mendapat jawaban,” kata anggota DPR RI Dapil Prov. Kaltara  kepada wartawan saat itu.


Pernyataan Deddy Sitorus melalui akun Tik Toknya yang menyatakan PT KPUC banyak bermasalah. Selama bertahun-tahun limbah tambang batu bara milk KPUC mencemari Sungai Malinau. 


Menurut Deddy Sitorus, Penyidik Mabes Polri sudah memasang garis polisi di Lokasi tambang batu bara dan membawa Juanda Lesmana Lauw ke Mabes Polri untuk menjalani proses hukum.


“Saya tegaskan, kasus ini akan saya kawal agar hukum ditegakkan di Kalimantan Utara. Apresiasi buat Polri, tapi jangan masuk angin,” katanya 


Ketua Forum Komunikasi Putra-Putri TNI/POLRI (FKPPI) Kabupaten Malinau, Saut Maruli Tua Tamba, yang akrab disapa “Bang Saragi” menyebut pelanggaran yang dilakukan Juanda Lesmana baik sebelum KPUC melakukan tambang batu bara sudah sering melakukan pelanggaran. 


Misalnya, ujar Bang Saragih, penebangan kayu di hutan produksi tetap (HPT) tanpa izin atau illegal loging. Melakukan penambangan batu bara di luar konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Blok Rian seluas 28 Ha pada tahun 2016.


“Dan, yang paling menyedihkan, perusahaan ini tega menggusur komunitas masyarakat adat Punan dari kampung halamannya. Mereka dipindah paksa dari Desa Punan Rian, Desa Punan Langap, dan Desa Punan Seturan, desa yang dihuni secara turun-temurun. Dari hutan sumber penghidupan yang berubah menjadi lokasi tambang batu bara. Benar-benar tidak beradab,” kata Bang Saragi nada tinggi.


Demikian juga tanggapan Paul Mauregar Lalong mantan Ketua LSM di Malinau, sebaliknya bertanya, apakah penangkapan pengusaha raksasa Kaltara ini benar-benar serius.


“Saya tak melihat adanya keseriusan pemerintah terhadap pelanggaran yang selama ini terus berlanjut dari tahun ke tahun dilakukan KPUC. Saya hanya mengambil contoh jebolnya tanggul limbah pada Agustus 2022 mencemari 14 desa yang berada di pinggir Sungai Malinau dan Sungai Sesayap sampai sekarang tidak ada tindakan hukum yang dilalukan,” kata Paul M. Lalong melalui handpon kepada media ini, Sabtu (14/12/2024) malam


Menurut tokoh masyarakat ini, jika pun perusahaan KPUC ditutup, apakah permasalahannya menjadi selesai?  Seperti bekas galian yang dibiarkan menganga, pencemaran Sungai yang habitatnya  musnah, masyarakat adat yang tatanan kehidupannya terganggu, dan hidup terlunta-lunta, nampaknya hanya mimpi di siang bolong. (SLP)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama