Sidang PN Tarakan, Menjadikan Penangkap Burung Pemilik 24 KG Sabu-Sabu


TARAKAN – KALTARA, Suaraperjuangan.co.id
-  Sidang kasus penangkapan 24,2 Kg narkoba jesis sabu-sabu dengan terdakwa Baharuddin bin (Alm) Labada Kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Kalimantan Utara, dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan.


Saat Majelis Hakim yang dipimpin langsung Wakil Ketua PN Tarakan, Dr. Febian Ali, SH. MH dengan anggota Anwar WM Sagala, SH. MH dan Alfianus Rumondor, SH dalam perkara nomor – 368/Pid.Sus/2024/PN Tar menghadirkan Herman, 51 Thn, wajah Baharuddin  nampak sumringah.


Pantauan Suaraperjuangan.co.id di PN Tarakan, Selasa (21/1/2025) penonton yang hadir hanya didominasi keluarga terdakwa yang datang dari Tanjungselor, Bulungan, menyaksikan persidangan. Sementara awak media lokal yang pada sidang-sidang sebelumnya membludak hanya nampak beberapa orang.


Bertanya tentang alasan Penasehat Hukum terdakwa, Padly, SH menghadirkan Herman, maaf sebelumnya, seorang petani dan hanya mengecap pendidikan sampai kelas III Sekolah Dasar cukup mengejutkan. 


Menurut Padly, pertimbangan pertama adalah keluguan dan kepolosan saksi so pasti - akan mengatakan di muka persidangan apa yang diketahui dan dialaminya bersama terdakwa. Kemudian, tentang kebersamaannya dengan terdakwa selama ini.


“Ini bukan tindak pidana biasa, otomatis kesaksian saksi itu yang menentukan apakah terdakwa sebagai penangkap burung  belibis atau pengedar narkoba. Dengan demikian kehadiran saksi ini diharapkan dapat menjelaskan siapa terdakwa dan pekerjaannya,” kata Padly sebelum sidang dimulai.


Saat mendengar kesaksian Herman, banyak memang pertanyaan yang diajukan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang kurang dipahaminy sehingga harus berulang-ulang dikatakan.  “Aku tidak bisa menangkap pembicaraannya karena bicaranya cepat,” kata Herman usai sidang kepada media ini.


Menurut Herman, ia telah menyampaikan kesaksiannya dengan bersumpah di atas al Qur’an. Ia mengenal terdakwa sebagai penangkap burung belibis setahun terakhir ini karena ia sendiri sering menemani terdakwa mencari burung di belakang rumahnya di Teluk Inding, Tanjungselor. 


Makanya, lanjut saksi yang sejak kecil menemani orangtua sebagai petani, ketika mendengar Bahar (penggilan akrab Baharuddin, Red) ditangkap polisi saat menangkap burung ia bingung. Bagaimana orang menangkap burung bisa ditangkap polisi, pikirnya saat itu.


Sementara keterangan terdakwa Baharuddin di persidangan, mengatakan kepanikannya saat Satreskoba Polres Tarakan menangkapnya di Muara Sungai Salangketo, Bulungan Jumat, 16 Agustus 2024 lalu.


Ia menjadi panik mendengar tembakan yang mendesing di sampingnya, diarahkan kepada mereka dari sebuah speed boat yang datang dari arah depan.


“Ardi meminta saya membuang karung yang diberikan tiga orang laki-laki dalam speed boat. Kemudian Ardi (DPO)  melompat ke Sungai duluan. Saya tidak bisa membawa speed dan terus melaju karena gasnya dikancing. Lalu, saya membuang karung bersama isinya ke sungai dan melompat,” kata Baharuddin


Dalam keterangan terdakwa Baharuddin dipersidangan, setelah ia diamankan 2 orang anggota Satreskoba Polres Tarakan dari dalam Sungai, kedua matanya langsung  dilakban dan kedua tangannya diborgol. Kemudian dipukuli, ditendang dan ditampeleng polisi sepanjang perjalanan ke Polres Tarakan.


“Dimuli saat penangkapan sampai selesai pemeriksaan,” kata Padly, Burhanuddin terus diperlakukan tidk manusiawi.  Terdakwa terus disiksa, dipukuli hingga megalami kencing darah, sekujur tubuhnya penuh luka-luka. 


“Tentu, tujuan penyiksaan itu dilakukan agar terdakwa mengakui bahwa narkoba jenis sabu-sabu tersebut adalah miliknya. Tentu perlakuan ini tidak boleh dibiarkan dan Polisi harus tau dan sadar bahwa tindakan seperti itu tidak boleh,” kata Padly menanggapi kesaksian Terdakwa dipersidangan. 

Selain tindakan brutal yang dilakukan polisi, terdakwa Baharuddin selama pemeriksaan di Polres Tarakan tidak pernah didampingi penasehat hukum. Padahal, Undang-Undang mengatur itu. Ada apa?,” kata Padly, SH kuasa hukum terdakwa mengulang kesaksian kliennya di persidangan.


Patut diduga, ada tujuan Polisi dan JPU untuk tidak menyertakan peralatan menangkap burung milik terdakwa seperti: jaring, senter, burung belibis 4 ekor sebagai pemancing, rekaman suara burung, speeker, tongkat kayu tempat burung bertengger, sarung, dan baju pocong.


“Dengan tidak menyertakan peralatan menangkap burung di persidangan menjadikan terdakwa Baharuddin sebagai pemilik narkoba seperti dalam dakwaan, Primer Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkoba dengan ancaman pidana mati,” kata Padly


Beberapa kejanggalan-kejanggalan yang dapat dilihat dalam kasus ini. Pertama,  dari pengintaian polisi di Juwata Laut, Tarakan Utara, terhadap sebuah speed boat yang di dalamnya terdapat 3 orang laki-laki sebagaimana informasi yang diperoleh dari masyarakat. Kemudian, Polisi membuntuti  sampai ke muara Sungai Salangketo Bulungan. 


Kedua, 9 anggota Satreskoba Polres Tarakan yang membuntuti melihat dengan jelas speed boat yang dibuntuti dari  Tarakan tersebut menyerahkan karung yang diduga berisi sabu-sabu ke dalam speed boat yang dibawa Ardi (DPO) sebagaimana kesaksian  Irwan motoris speed boat yang gunakan Satreskoba saat penangkapan di persidagan sebelumnya.


“Pertanyaanya. Kenapa ada pembiaran terhadap ketiga orang tersebut saat penyerahan barang, dan hanya melakukan pengejaran terhadap speed boat yang dinaiki tersangka?. Dan, kenapa membiarkan Ardi (DPO) lolos ke darat pinggir Sungai?. Sementara di dalam speed  boat patroli ada sembilan anggota Satreskoba Polres Tarakan. Kenapa hanya dua orang anggota yang bergerak mengamankan terdakwa beserta karung yang kemudian diketahui berisi 24.228,71 gram atau 24,2 Kg lebih narkoba jenis sabu-sabu?,” kata Padly mengutip fakta di persidangan.


Untuk menjawab pertanyaan tersebut. Benarkah lelaki penangkap burung belibis yang tinggal di Sabanar Lama Tanjungselor Bulungan sebagai pemilik 24,2 Kg sabu-sabu yang didakwakan kepadanya akan diketahui dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Daniel Hamonangan Simamora, SH pada, hari Kamis (6/2/2025)  minggu depan. (Slp)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama