MEDAN, SUARAPERJUANGAN.CO.ID - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Selasa (27/2/2024) kembali menghentikan perkara humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Kali ini perkara tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di mana seorang ayah karena hal sepele sempat memukul anaknya.
Penghentian penuntutan terhadap tersangka setelah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Idianto diwakili Wakajati M Syarifuddin didampingi Aspidum Luhur Istighfar, Koordinator, Kabag TU dan para Kasi mengekspos perkaranya dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Nanang Ibrahim Soleh didampanggi Koordinator dan Kasubdit di pada JAM Pidum Kejagung RI kemudian menyetujui penghentian penuntutan tersangka lewat pendekatan RJ.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Yos A Tarigan mengatakan, perkara humanis dimaksud berasal dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deliserdang di Labuhandeli.
Tersangka AA semula dijerat Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dengan korban SS, putri kandungnya yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
“Sepulang kerja, tersangka menghampiri korban yang sedang asik bermain dengan kedua adiknya. Dia (SS) disuruh minta uang ke kakek korban (Hr) untuk membeli rokok,” kata Yos.
Tidak lama kemudian korban kembali dan memberitahukan kalau kakeknya, Hr belum pulang kerja. Namun setahu bagaimana, tersangka tiba-tiba emosi memukul dan menendang si buah hatinya.
Korban SS pun menceritakan perbuatan ayahnya tersebut ketika kakeknya pulang. Gak terima dengan perbuatan AA, Hr selanjutnya membawa serta cucunya membuat laporan pengaduan ke kepolisian.
Secara berjenjang JPU melaporkan perkara humanis dimaksud ke Pimpinan. Upaya mediasi antara para pihak membuahkan hasil. Tercapain perdamaian antara tersangka dengan pihak korban di Aula Kantor Cabjari Deliserdang di Labuhandeli.
“Tersangka berjanji akan memperbaiki kembali rumah tangganya dan akan bertanggung jawab untuk menjaga, menafkahi dan menyayangi anak-anaknya serta dapat hidup rukun dan damai,” kata Juru Bicara Kejati Sumut tersebut.
Yos A Tarigan menambahkan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAMPidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum serta memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Selain sudah ada perdamaian di antara para pihak, alasan lainnya penghentian penuntutan, tersangkanya baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun,
Berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan maupun intimidasi. Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula,” pungkas Yos. (Red)
إرسال تعليق