MEDAN, SUARAPERJUANGAN.CO.ID - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana didampingi Dir oharda, Kasubdit dan ajaran JAM Pidum, Senin (24/7/2024) menyetujui penghentian 5 perkara humanis di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian penuntutan kelima tersangka setelah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Idianto melalui Wakajati Rudy Irmawan, Asintel sebagai Plh Aspidum Andri Ridwan, Koordinator Intel Yos A Tarigan, Kasi Oharda, Kasi Narkotika dan Kasi Teroris mengekspos perkaranya secara virtual dari Ruang Vicon Kantor Jalan AH Nasution Medan.
Ekspos perkara secara virtual juga diikuti Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Muttaqin Harahap, Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay, Kajari Belawan Samiaji Zakaria dan Kajari Tobasamosir (Tobasa).
Lebih lanjut Kajati idianto melalui Koordinator Bidang Intelijen Yos A Tarigan mengatakan, dua perkara humanis berasal dari Kejari Medan. Sedangkan 3 lainnya berasal dari Kejari Asahan, Belawan dan Tobasa.
Asal Kejari Medan atas nama tersangka Joni Swar sebelumnya disangka melakukan tindak pidana Pasal 480 KUHPidana. Menerima (penadah) sepeda motor yang belakangan diketahui hasil curian. Kemudian atas nama tersangka Ari Suhendra alias Ari Tato perkara penganiayaan dijerat dengan sangkaan dengan Pasal 351 Ayat (1) jo Pasal 56 KUHPidana.
Asal Kejari Asahan atas nama tersangka Syahraja Mangana Awaluddin diduga melakukan pencurian mesin pompa air dijerat Pasal 362 KUHPidana.
“Sementara asal Kejari Belawan atas nama M Rido Irpan Wahyudi yanh semula disangka melakukan tindak pidana Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” urai Yos.
Terakhir, asal Kejari Tobasa dengan tersangka Jonggara Siahaan melakukan penganiayaan yang dijerat dengan sangkaan primair, Pasal 351 ayat (2) KUHPidana, subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.
“Setelah dilakukan ekspos secara virtual, JAM Pidum menyetujui usulan dihentikan penuntutan kelima perkara humanis di wilkum Kejati Sumut lewat pendekatan keadilan restoratif berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020,” kata mantan Kasi Penkum Kejati Sumut tersebut.
Antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun penjara, kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang tersebut menyampaikan, yang terpenting dari usulan ini adalah antara tersangka dan korban saling memaafkan dan proses perdamaian atau saling memaafkan disaksikan keluarga kedua belah pihak, tim penyidik dari Polres, tokoh masyarakat, JPU dan Kajari.
"Esensi terpenting dari proses penghentian penuntutan adalah mengembalikan keadaan kepada keadaan semula. Proses perdamaian antara tersangka dan korban telah membuka ruang yang sah untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula.
Karena, dengan pemidanaan dikhawatirkan tersangka akan menyimpan rasa dendam di kemudian hari, dengan berdamai antara tersangka dan korban tidak ada lagi menyisakan rasa sakit hati," tandasnya.(red)
إرسال تعليق