TARAKAN KALTARA, Suaraperjuangan.co.id - Citra Polisi Republik Indonesia sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat khususnya di Kota Tarakan, Kalimantan Utara dirasakan sangat buruk.
Menurut Ketua Lembaga Bantuan Hukum Harapan Keadilan Kalimantan Utara (LBH HANTAM) Alif Pratama, SH. MH hal ini terjadi karena Polres Tarakan tidak mejalankan tugasnya sesuai Perundang-Undangan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tntng Kepolisian Republik Indonesia
“Kami telah berulangkali melayangkan pengaduan dan laporan tertulis terhadap buruknya pelayanan masyarakat di Polres Tarakan. Ini adalah puncak dari perjuangan kami. Dan, satu-satunya solusi agar masyarakat memperoleh pelayanan adalah mencopot Kapolres Tarakan AKBP Septia Sudirna, SIK. MH dan Kapolda Kalimantan Utara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, SIK. M.Si,” demikian sepenggal orasi Ketua Lembaga Bantuan Hukum Harapan Keadilan Kalimantan Utara (LBH HANTAM) Alif Pratama, SH. MH yang dihadiri ratusan pengunjuk rasa di Mapolres Tarakan, Senin (10/2/2025) lalu
Dikatakan, AMARAH merupakan gabungan dari 20 organisasi kemasyarakatan yang terdiri dari mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat yang hadir saat itu memenuhi halaman Mapolres Tarakan dan tidak akan beranjak sebelum Kapolres menemui mereka.
Buruknya pelayanan di Polres Tarakan menjadi perhatian besar masyarakat. Sebutlah Abd Rahman, SH seorang advokat di Tarakan, setuju dan mendukung tindakan para mahasiswa dan masyarakat Senin (10/2/2025) lalu di depan Mapolres Tarakan.
“Ini, baru cara jitu masyarakat Tarakan mencari keadilan, dengan demikian aparat Kepolisian bisa intropeksi terhadap apa yang mereka lakukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat,” kata Abd Rahman ketika Suaraperjuangan.co.id minta komentarnya saat bertemu di ruang tunggu Pengadilan Negeri Tarakan, Kamis (13/2/2025) kemarin
Abd Rahman, yang sering berurusan di Polres Tarakan merasakan buruknya pelayanan polisi. Ia memberi contoh, Jusmin Husaini (Alm) yang surat-surat berharga atau surat pernyataan kepemilikan tanah yang diambil Sat Reskrim Polres Tarakan, dan sudah beberapa kali diminta, namu tidak diberikan
“Alasan polisi saat itu, guna penyidikan karena Jusmin dilaporkan melakukan penyerobotan tanah oleh 10 orang, suratnya perlu diperiksa di Laboratorium. Padahal surat itu sudah pernah diperiksa di laboratorium saat pembebasan lahan untuk perumahan KORPRI oleh Pemerintah Kota Tarakan,” ujar Abdul Rahman.
Dikatakan, Jusmin ditahan dengan tuduhan menyerobot tanah orang lain. Padahal, surat pernyataan kepemilikan tanah yang dipegangnya tahun 1987 dan surat yang dimliki pelapor tahun 2019. Namun, ia tetap didakwa sebagai penyerobot tanah degan menggunakan surat palsu.
Hakim Pengadilan Negeri Tarakan menjatuhkan hukuman selama setahun. Lelaki yang sedang menggugat PT Kayan Marine Shipyard (KMS) dan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) milik Juanda Lesmana sebelum gugatannya final terpaksa meringkuk di penjara. Ia stress berat dan sakit gulanya kambuh, lalu meninggal sebelum perjuangannya berakhir.
Selain kasus yang menimpa Jusmin Husaini (alm) kasus yang menimpa H. Udin yang melaporkan surat tanahnya dirampas oleh oknum Tapem Kecamatan Tarakan Timur pada tahun 2019.
“Sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya. Padahal, kasus ini sudah dilapor ke Propam Polres Tarakan. Dan, hasilnya hanya janji-janji akan diproses,” kata Abdul Rahman menyebut contoh ini baru sebagian kecil.
H. Abdul Kadir, Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI) Kota Tarakan, tidak sependapat jika hanya Kapolda dan Kapolres yang dicopot.
Menurut ketua LSM yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mencari dan mengambil data-data penyelewengan serta bentuk penyimpangannya berada di tangan anggota, makanya perlu mutasi dalam satuan tugas terutama Satuan Reskrim dan Sat Lantas.
Abd. Kadir yang dikenal luas di masyarakat ekonomi lemah, itu mengaku sangat malu melihat kinerja polisi terhadap laporan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tarakan Timur, Ustazd H. Samsuddin yang bolak balik mendatangi Polres Tarakan atas tanda tangannya yang dipalsukan dalam surat nikah.
“Sudah tiga orang pejabat Kapolres berganti dan terakhir Kapolres AKBP Septia Sudirna,SIK. MH sudah didatangi korban. Namu, sejauh ini belum pernah diproses tanpa keterangan,” kata Abd Kadir
Pengaduan ke Polres Tarakan, menurut Abd Kadir karena anggota dianggap tidak professional atau jenuh dengan tugasnya, mengabaikan ketentuan undang-undang, tidak mengindahkan rasa keadilan, dan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM) seperti kasus Mardiana (26) warga Bina Lantung RT 14 Kelurahan Pantai Amal, Tarakan Timur yang ditemukan meninggal dengan tali nilon kecil terikat di lehernya pada 16 Mei 2022 lalu.
“Tidak ada bekas jeratan tali di lehernya, posisi tali tidak di bawah dagu melainkan di pangkal leher bawah, lidahnya pun tidak keluar. Waktu dimandikan tidak ada kotoran yang keluar dari anus sebagaimana umumnya orang yang mati gantung diri,” kata Abd Kadir
Menanyakan keberadaan saksi yang mengetahui kehadiran dua orang laki-laki yang masuk ke dalam rumah pada malam 16/5/2022 sekitar pukul 02:30 Wita. Menurut Orang tua yang keberadaannya tidak diketahui sampai sekarang sempat mendengar bunyi suara menggelepar di lantai, lalu sepi
“Dari fakta yang ditemukan, korban boleh jadi bukan bunuh diri. Tapi, besar dugaan dibunuh. Pertanyaannya, apakah karena si korban sebagai buruh ikat rumput laut sehingga kasusnya dipeti eskan? Mari kita tanya deburan ombak laut Pantai Amal,” tambah Abd Kadir. (slpohan)
إرسال تعليق